RUU Ekstradisi Indonesia-Singapura Disahkan, Komisi III: Persempit Ruang Gerak Kriminal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto berharap keberadaan UU Ekstradisi Indonesia-Singapura dapat mempermudah aparat penegak hukum untuk menangkap buronan yang bersembunyi di luar negeri.
"Perjanjian ekstradisi ini diharapkan untuk mempermudah penangkapan kriminal yang bersembunyi di luar negeri dan juga menjadi tolok ukur kemampuan menangkap kriminal, serta mengatasi masalah yurisdiksi," ujar Didik saat dihubungi, Jumat (16/12/2022).
Atas dasar itu, Didik merasa banyak negara di dunia yang membuat perjanjian ekstradisi, termasuk Indonesia dan Singapura. Ia menilai keberadaan perjanjian ekstradisi idealnya dapat mengadili kriminal yang melarikan diri ke negara lain.
"Dengan perjanjian ekstradisi ini maka negara yang terlibat bisa saling mempersempit ruang gerak ruang kriminal," tutur Didik.
Perjanjian ekstradisi, kata Didik, sangat berkaitan dengan topik hubungan internasional khususnya hukum internasional. Ia mengatakan suatu negara tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan buronan yang kabur ke negara tempat asal kriminal tersebut.
Itu didasari lantaran setiap negara berdaulat tidak ada kewajiban internasional. Sementara itu, Didik menilai tidak mudah menangkap buronan kriminal yang lari keluar negeri.
"Dengan pengesahan UU ini harapannya akan semakin mempersempit ruang gerak kriminal termasuk yang mungkin ada di Singapura. Dengan demikian idealnya akan mempermudah untuk menangkap para buronan atau kriminal yang lari ke luar negeri," tuturnya.
Sebagai infromasi, RUU Ekstradisi antara RI dan Singapura telah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis (15/12/2022).
Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani ini, Undang-Undang Ekstradisi antara RI dan Singapura disahkan setelah melalui pembahasan tingkat pertama dengan Komisi III DPR RI dengan Kementerian Luar Negeri.
"Perjanjian ekstradisi ini diharapkan untuk mempermudah penangkapan kriminal yang bersembunyi di luar negeri dan juga menjadi tolok ukur kemampuan menangkap kriminal, serta mengatasi masalah yurisdiksi," ujar Didik saat dihubungi, Jumat (16/12/2022).
Atas dasar itu, Didik merasa banyak negara di dunia yang membuat perjanjian ekstradisi, termasuk Indonesia dan Singapura. Ia menilai keberadaan perjanjian ekstradisi idealnya dapat mengadili kriminal yang melarikan diri ke negara lain.
"Dengan perjanjian ekstradisi ini maka negara yang terlibat bisa saling mempersempit ruang gerak ruang kriminal," tutur Didik.
Perjanjian ekstradisi, kata Didik, sangat berkaitan dengan topik hubungan internasional khususnya hukum internasional. Ia mengatakan suatu negara tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan buronan yang kabur ke negara tempat asal kriminal tersebut.
Itu didasari lantaran setiap negara berdaulat tidak ada kewajiban internasional. Sementara itu, Didik menilai tidak mudah menangkap buronan kriminal yang lari keluar negeri.
"Dengan pengesahan UU ini harapannya akan semakin mempersempit ruang gerak kriminal termasuk yang mungkin ada di Singapura. Dengan demikian idealnya akan mempermudah untuk menangkap para buronan atau kriminal yang lari ke luar negeri," tuturnya.
Sebagai infromasi, RUU Ekstradisi antara RI dan Singapura telah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis (15/12/2022).
Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani ini, Undang-Undang Ekstradisi antara RI dan Singapura disahkan setelah melalui pembahasan tingkat pertama dengan Komisi III DPR RI dengan Kementerian Luar Negeri.
(kri)